Selasa, 02 Desember 2014

TRADHISI SELAMATAN DI DESA KRIKIL KECAMATAN PAGERUYUNG KABUPATEN KENDAL

Nama     : Tri Setyoningsih
Nim        : 2601413041
Rombel  : Dua (2)
BARITAN
Baritan merupakan sebuah ritual berupa selamatan yang dilaksanakan setiap malam jum’at keliwon yang tempanya berada  di perempatan jalan guna untuk meminta keselamatan agar masyarakat yang menempati desa tersebut selalu diberikan perlindungan dan keberkahan hidup dari Allah SWT. Tradhisi tersebut dilaksanakan turun-temurun sebagai warisan budaya luhur dari nenek moyang yaitu semenjak jaman Kyai Wongso Citro. Beliau merupakan seorang tokoh yang berjasa mengamalkan ajaran islam kepada masyarakat di desa Krikil saat itu. Ia mendapat amanat dari para wali supaya menyebarkan agama islam di desa krikil, karena jaman dahulu belum mengenal agama dan kebanyakan berkeyakinan pada agama hindu-budha.
               Gambar 1.1 Baritan

Baritan dilaksanakan pada malam jum’at keliwon, itu karena masyarakat desa Krikil khususnya meyakini bahwa setiap malam jum’at itu arwah para leluhur pada pulang ke tempat tinggalnya di dunia dan mereka berada di sekitar keluarga yang masih hidup. Masyarakat di desa Krikil masih menjalankan tradisi “nyatu” untuk menyambut malam jum’at dengan menyiapkan dua jenis air minum yaitu air kopi panas dan air putih, rokok, makanan kecil berupa apem dan pasung, kembang boreh dan kinang suruh untuk catu arwah perempuan di rumah masing-masing. Oleh karena itu masyarakat di desa Krikil sampe saat ini masih melaksanakan tradhisi tersebut satu minggu sekali dan rutin.
Gambar 1.2 Sesaji Nyatu
Jika tradhisi Baritan dilaksanakan setiap satu minggu sekali di malam jum’at itu akan dirasa berat, karena para pemuda laki-laki dan bapak-bapak mempunyai acara pengajian  sendiri yaitu yasinan dan tahlilan pada malam tersebut. Sehingga tradhisi Baritan ini dilaksanakan satu bulan sekali pada malam jum’at keliwon saja. Pastinya bukan hanya masyarakat di desa Krikil yang menganggap malam jum’at keliwon itu sebagai malam yang sakral dan perlu diperingati. Diyakini bahwa pada malam tersebut arwah-arwah leluhur pulang untuk mendatangi rumah dan keluarganya di dunia. Arwah-arwah yang gentayangan tersebut ditakutkan akan mengganggu ketrenteraman manusia yang masih hidup.
 Dengan keyakinan yang seperti itulah, mengapa masyarakat desa Krikil melaksanakan tradhisi rutin setiap malam jum’at keliwon guna meminta ketenteraman, keselamatan “tulak-balak”, agar masyarakat yang menempati suatu desa dapat terjaga dan di jauhkan dari gangguan makhluk yang tidak terlihat oleh mata manusia melainkan makhluk jahat juga terkadang ikut serta disitu. Selain tujuan yang telah disebutkan di atas, keinginan yang lain dari masyarakat desa Krikil adalah ingin merekatkan hubungan sosial antar individu dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua. Jadi yang ikut melaksanakan baritan tersebut adalah seluruh warga masyarakat dapat turut berpartisipasi.
            Kegiatan ini dilaksanakan dengan ritual yang sederhana, yaitu selamatan di pimpin oleh mbah Kyai Lebe dengan sesaji yang dibawa oleh masing-masing orang yang mengikuti berupa makanan sesuai kuasa orang yang ingin memberikan tersebut. Sedangkan sesaji wajibnya adalah ingkung ayam jago diatas tampah sebagai pokok terpenting yang harus ada, nasi tumpeng (bucu), kembang boreh, klubanan urab kelapa, kemudian kerupuk, dan bubur. Jika di desa Krikil yang biasa bersedekah ingkung sebagai sesaji pokok adalah Pak Lurah. Ia dengan ikhlas mengamalkan segeluntung ingkung untuk dipersembahkan dalam ritual Baritan.
             Gambar 1.3 Sesaji Baritan

Setelah syarat-syarat sesaji tersebut sudah lengkap dan terpenuhi, maka di mulailah ritual Baritan dengan pembukaan pembacaan yang di pimpin oleh mbah Kyai Lebe. Setelah do’a selesai maka dilanjutkan dengan pertukaran makanan yang dibawa dari masing-masing orang untuk diberikan kepada orang lain. Hal ini dilakukan dengan maksud bahwa kita hidup di masyarakat sebagai makhluk sosial harus saling berbagi apapun yang telah kita miliki hendaknya orang lain dapat ikut merasakan. Misalnya orang yang berkecukupan mungkin makanan yang dibawa itu sangat sederhana, sedangkan orang yang ekonominya lebih pastilah setiap hari dapat membeli makanan yang mahal dan enak-enak. Oleh karena itu bagimana cara supaya dalam ritual Baritan ini  semua masyarakat dapat saling berbagi rejeki.
            Makanan yang sudah ditukar-tukar tersebut kemudian dikumpulkan menjadi satu di tempat yang tersedia yaitu berada tepat di tengah lingkaran orang-orang yang hendak melaksanakan selamatan. Kemudian dipersilahkan untuk menikmati makanan yang ada tersebut sebagai rasa syukur atas nikmat dan rejeki yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga malam itu masih dapat menikmati suasana kebersamaan masyarakat di desa Krikil yang guyub rukun. Apabila  makanan yang telah dihidangkan dan disantap bersama tadi masih sisa, maka dihimbau supaya dibawa pulang “mberkat” agar tidak mubadzir.
            Tradhisi Baritan berupa selamatan ini diharapkan dapat selalu hidup dan dilaksanakan oleh masyarakat desa Krikil sebagai kegiatan rutin setiap satu bulan sekali yaitu malam jum’at keliwon sebagai warisan nenek moyang mbah Kyai Wongso Citro, agar desa Krikil dapat menjadi desa yang aman, tentram, damai, dan masyarakatnya dapat hidup guyub rukun dengan jalan rejeki yang mudah sehingga keberkahan juga keselamatan hidup dapat dicapai bersama.
Analisis Struktur
Menganalisis Struktur Deskripsi Tradisi :
1.      Nama Tradisi : Baritan
Bentuk           : Ritual yang Berupa Slametan
2.      Pelaku Dalam Tradisi :
1)      Mbah Kyai sebagai pembaca do’a dalam ritual baritan tersebut.
2)      Perangkat Desa sebagai seorang yang mendapat penghormatan dari warga masyarakat. Dalam tradisi baritan tersebut perangkat desa antara lain Pak Lurah atau Pak RT maupun Pak RW salah satu mewakili memberikan sambutan sebelum acara baritan dimulai.
3)      Warga Desa disini mempunyai peran yang sangat penting, karena jika tidak ada warga desa yang turut berpartisipasi maka acara tidak dapat terlaksana. Warga desa di sini bukan hanya orang tua saja, tetapi mulai dari anak kecil hingga kakek nenek pun ikut hadir.
3.      Peralatan yang Dipergunakan dalam Baritan :
·         Tumpeng nasi urab maupun nasi kuning (wajib ada)
·         Ingkung ayam kampung “jago” (wajib ada)
·         Bubur merah putih (tidak wajib ada)
·         Kerupuk (wajib ada)
·         Kembang boreh (tidak wajib ada)
4.      Deskripsi Tata Cara Jalannya Tradisi :
Acara Baritan dapat segera dimulai apabila Pelaku dalam tradisi sudah hadir semua. Pelaku dalam tradisi itu membawa sesajinya masing-masing dari rumah yang berupa kurang lebih seperti pada gambar diatas. Setelah sesaji wajib dan sesaji apapun yang dibawa oleh masyarakat itu beda-beda, tidak menjadi masalah. Seikhlas dan semampu dari masing-masing kalangan. Acara dimulai dengan diawali pembacaan Do’a yang dipimpin oleh Mbah Kyai, kemudian ada sambutan terlebih dahulu yang disampaikan oleh salah satu perwakilan dari perangkat desa. Biasanya berisi tentang ucapan terima kasih dan mengingatkan supaya tradisi yang ada ini akan terus dapat terlaksana setiap sebulan sekali yaitu setiap malam jum’at keliwon. Setelah sambutan selesai dilanjutkan dengan tukar menukar sesaji yang dibawa tersebut untuk dikumpulkan di tengah orang-orang yang mengikuti tradisi Baritan . Kegiatan itu bertujuan untuk rasa saling berbagi dengan apa yang telah dibawa atau dipunyai. Dan akhirnya sesaji siap untuk dimakan bersama-sama.
5.      Makna atau Simbolik dalam Perilaku dan Peralatan Tradisi :
a.       Perilaku :
-          Mbah Kyai sebagai pembaca do’a dalam ritual baritan tersebut.
-          Perangkat Desa sebagai seorang yang mendapat penghormatan dari warga masyarakat. Dalam tradisi baritan tersebut perangkat desa antara lain Pak Lurah atau Pak RT maupun Pak RW salah satu mewakili memberikan sambutan sebelum acara baritan dimulai.
-          Warga Desa disini mempunyai peran yang sangat penting, karena jika tidak ada warga desa yang turut berpartisipasi maka acara tidak dapat terlaksana. Warga desa di sini bukan hanya orang tua saja, tetapi mulai dari anak kecil hingga kakek nenek pun ikut hadir.
b.      Peralatan :
-          Tumpeng Nasi Urab yaitu mempunyai sebuah makna yang diyakini olah sebagian masyarakat khususnya warga Desa Krikil, bahwa dalam bermasyarakat itu kita harus bisa berbaur dengan siapa saja agar hidup tentram.
-          Ingkung  yaitu mempunyai sebuah makna jika kita sebagai manusia tidak boleh memiliki sifat ingkar seperti ayam jago yang ingkar kepada ayam babon, dan juga sebagai permohonan maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa
-          Bubur yaitu mempunyai makna
-          Kerupuk

-          Kembang Boreh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar