Tradisi Jawa
Kematian
Sudah biasa jika sebagian masyarakat Jawa pada umumnya
masih berpegang teguh dalam melestarikan tradisi kebudayaan nenek moyangnya.
Mayoritas masyarakat Jawa juga masih mempercayai eksistensi ruh seseorang yang
telah berpisah dari raganya sebagai penghormatan terakhir padanya.
Berikut
beberapa tradisi yang lazim dilakukan masyarakat Jawa umumnya mengenai
peristiwa kematian seseorang, antara lain:
1.
Brobosan
Brobosan
yaitu suatu upacara yang diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal.
Waktunya dilaksanakan ketika jenazah akan diberangkatkan ke makam dan dipimpin
oleh salah satu ulama. Posisi pengangkat jenazah yaitu dari keluarga terdekat
terutama anak laki-laki atau keluarga laki-laki. Sebelum jenazah diberangkatkan
dari rumah, keluarga yang ditinggalkan itu melakukan upacara brobosan (mbrobos)
ke bawah keranda sebanyak tiga kali sesuai arah jarum jam. Dimulai dari ahli
waris anak laki-laki, dilanjutkan ke anak perempuan dan kemudian para kerabat
keluarga.
2.
Surtanah
Mempunyai dari kata “ngesur tanah” yang
maknanya adalah membuat kuburan dan dilengkapi dengan sesaji sesaat setelah
almarhum dimakamkan. Sesajiya adalah antara lain: nasi kuning, ingkung (ayam
utuh yang sudah dimasak), gorengan parutan kelapa, cabe merah utuh, bawang
merah yang sudah dikupas kulitnya, dan kembang boreh.
3.
Tahlilan
Pengajian yang
dilaksanakan dari meninggalnya almarhum dan telah dimakamkan, maka selama tujuh
hari berturut-turut akan dikirimkan do’a oleh para tetangga dan keluarga yang
meliputi pembacaan surat yasin dan tahlil. Suguhan yang diberikan adalah
jajanan sesuai dengan kemampuan keluarga almarhum, minum teh, kopi dan
seikhlasnya.
·
Pembacaan
surat yasin dan tahlil oleh para jamaah putri setelah ba’da ahsar. Hanya
dilaksanakan selama tiga hari.
·
Pembacaan
surat tahlil yang dihadiri oleh para pemuda laki-laki setelah ba’da maghrib.
Hanya dilaksanakan selama tiga hari.
·
Pembacaan tahlil
oleh jama’ah bapak-bapak dan dilaksanakan setelah ba’da ihsyak.
4.
Nelung Dina
Yaitu
selamatan yang dilakukan pada
hari ketiga dari kematian almarhum. Hidangan yang disuguhkan berupa minum, jajanan antara
lain pasung, apem, dan jajanan lain sejumlah tujuh macam, sebagai sesajinya ada
kembang boreh dan kemenyan bakar, kemudian makan besar. Memberikan berkat snack
yang dibawa pulang.
5.
Mitung Dina
Yaitu selamatan yang dilakukan pada hari ke
tujuh dari kematian almarhum.
Hidangan
yang disuguhkan berupa jajanan tidak ditentukan, air munim, kembang boreh, ditambah
makan besar dengan lauk daging kambing sebagai syarat sesaji bagi keluarga yang
mampu. Makanan mentah seperti beras, mie rebus dan telur sebagai berkat untuk
dibawa pulang.
6.
Matang Puluh
Yaitu
selamatan
yang dilakukan pada
hari ke empat puluh dari kematian
almarhum.
Suguhannya adalah bucu nasi kuning, ingkung, lauk-lauk minimal tiga macam, bubur
merah dan bubur putih tujuh piring, dan nasi bungkus daun pisang sebanyak
tujuh.
7.
Nyatus
Yaitu selamatan yang dilakukan pada hari
ke seratus dari kematian almarhum. Sesaji kembang boreh, apem, pasung, dan
jajanan hidangan tujuh macam. Hidangan makan bucu nasi kuning, lauk, ingkung, dan
minum.
8.
Mendhak
Yaitu
selamatan yang
dilakukan dari satu tahun (pendhak siji), dua tahun (pendhak pindho) dari
kematian almarhum. Sesaji kembang boreh, apem, pasung, dan hidangan berupa bucu
nasi kuning, ingkung, lauk, minum, disesuaikan dengan kemampuan pihak keluarga.
9.
Nyewu
Yaitu selamatan
pada hari keseribu dari kematian almarhum. Sesaji kembang boreh, apem, dan
pasung, sedangkan untuk Hidangan disesuaikan dengan kemampuan pihak keluarga.
Setelah
peringatan seribu hari, maka peringatan yang selanjutnya adalah selamatan
dilakukan bertepatan dengan hari dan bulan meninggalnya almarhum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar