Selasa, 02 Desember 2014

Tradisi Jawa Kematian


Sudah biasa jika sebagian masyarakat Jawa pada umumnya masih berpegang teguh dalam melestarikan tradisi kebudayaan nenek moyangnya. Mayoritas masyarakat Jawa juga masih mempercayai eksistensi ruh seseorang yang telah berpisah dari raganya sebagai penghormatan terakhir padanya.
Berikut beberapa tradisi yang lazim dilakukan masyarakat Jawa umumnya mengenai peristiwa kematian seseorang, antara lain:
1.      Brobosan
Brobosan yaitu suatu upacara yang diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal. Waktunya dilaksanakan ketika jenazah akan diberangkatkan ke makam dan dipimpin oleh salah satu ulama. Posisi pengangkat jenazah yaitu dari keluarga terdekat terutama anak laki-laki atau keluarga laki-laki. Sebelum jenazah diberangkatkan dari rumah, keluarga yang ditinggalkan itu melakukan upacara brobosan (mbrobos) ke bawah keranda sebanyak tiga kali sesuai arah jarum jam. Dimulai dari ahli waris anak laki-laki, dilanjutkan ke anak perempuan dan kemudian para kerabat keluarga.

2.      Surtanah
            Mempunyai dari kata “ngesur tanah” yang maknanya adalah membuat kuburan dan dilengkapi dengan sesaji sesaat setelah almarhum dimakamkan. Sesajiya adalah antara lain: nasi kuning, ingkung (ayam utuh yang sudah dimasak), gorengan parutan kelapa, cabe merah utuh, bawang merah yang sudah dikupas kulitnya, dan kembang boreh.

3.      Tahlilan
Pengajian yang dilaksanakan dari meninggalnya almarhum dan telah dimakamkan, maka selama tujuh hari berturut-turut akan dikirimkan do’a oleh para tetangga dan keluarga yang meliputi pembacaan surat yasin dan tahlil. Suguhan yang diberikan adalah jajanan sesuai dengan kemampuan keluarga almarhum, minum teh, kopi dan seikhlasnya.
·         Pembacaan surat yasin dan tahlil oleh para jamaah putri setelah ba’da ahsar. Hanya dilaksanakan selama tiga hari.
·         Pembacaan surat tahlil yang dihadiri oleh para pemuda laki-laki setelah ba’da maghrib. Hanya dilaksanakan selama tiga hari.
·         Pembacaan tahlil oleh jama’ah bapak-bapak dan dilaksanakan setelah ba’da ihsyak.

4.      Nelung Dina
Yaitu selamatan yang dilakukan pada hari ketiga dari kematian almarhum. Hidangan yang disuguhkan berupa minum, jajanan antara lain pasung, apem, dan jajanan lain sejumlah tujuh macam, sebagai sesajinya ada kembang boreh dan kemenyan bakar, kemudian makan besar. Memberikan berkat snack yang dibawa pulang.



5.      Mitung Dina
Yaitu selamatan yang dilakukan pada hari ke tujuh dari kematian almarhum.
Hidangan yang disuguhkan berupa jajanan tidak ditentukan, air munim, kembang boreh, ditambah makan besar dengan lauk daging kambing sebagai syarat sesaji bagi keluarga yang mampu. Makanan mentah seperti beras, mie rebus dan telur sebagai berkat untuk dibawa pulang.

6.      Matang Puluh
Yaitu selamatan yang dilakukan pada hari ke empat puluh dari kematian
almarhum. Suguhannya adalah bucu nasi kuning, ingkung, lauk-lauk minimal tiga macam, bubur merah dan bubur putih tujuh piring, dan nasi bungkus daun pisang sebanyak tujuh.

7.      Nyatus
Yaitu selamatan yang dilakukan pada hari ke seratus dari kematian almarhum. Sesaji kembang boreh, apem, pasung, dan jajanan hidangan tujuh macam. Hidangan makan bucu nasi kuning, lauk, ingkung, dan minum.

8.      Mendhak
Yaitu selamatan yang dilakukan dari satu tahun (pendhak siji), dua tahun (pendhak pindho) dari kematian almarhum. Sesaji kembang boreh, apem, pasung, dan hidangan berupa bucu nasi kuning, ingkung, lauk, minum, disesuaikan dengan kemampuan pihak keluarga.

9.      Nyewu
Yaitu selamatan pada hari keseribu dari kematian almarhum. Sesaji kembang boreh, apem, dan pasung, sedangkan untuk Hidangan disesuaikan dengan kemampuan pihak keluarga.


Setelah peringatan seribu hari, maka peringatan yang selanjutnya adalah selamatan dilakukan bertepatan dengan hari dan bulan meninggalnya almarhum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar